Rabu, 10 Juli 2013

Etika Ekonomi Islam

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Ilmu Ekonomi adalah Ilmu yang berkaitan dengan kesejahteraan makhluk hidup, terutama Manusia. Kesejahteraan Manusia yang hidup di suatu negara sangat ditentukan oleh sistem perekonomian yang diterapkan di dalam Negara tersebut. Sukseskah sistem perekonomian yang diterapkan di dalam Negara tersebut, kurang sukses, atau bahkan tidak sukseskah. Maka dari itu dibutuhkan penyesuaian untuk sistem perekonomian yang tepat untuk dapat tercipta masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa untuk dapat mensejahterakan Bangsa dan Negara.

 Belakangan ini sering terjadi kesalahpahaman untuk sistem perekonomian yang diterapkan di dalam Negara kita tercinta Indonesia. Maka, sistem perekonomian konvensional/ kapitalis sering kali dikambinghitamkan sebagai sistem yang salah penempatan di dalam Negara kita yang secara terang-terangan sebagai Negara yang menganut Sisitem Perekonomian Sosialis, bukan Kapitalis. Maka terjadilah selisih pendapat diantara para pengamat-pengamat ekonomi di Negara kita Indonesia.
Di tengah terjadinya perselisihan pendapat yang terjadi antara pengamat-pengamat ekonomi tersebut, muncullah Ekonomi Islam keatas ranah permukaan perekonomian Indonesia sebagai salah satu solusi bagi Perekonomian Negara. Maka, berdirilah beberapa Bank yang berlabelkan “Syari’ah” yang memadukan sistem antara Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Sosialis dengan mengambil saripati yang terbaik antara dua sistem Ekonomi tersebut. Jadi, dapat penulis simpulkan bahwa system Ekonomi Bank yang berlabelkan “Syari’ah” merupakan salah satu solusi bagi pemerintah untuk membangkitkan krisis Ekonomi yang tengah terjadi di ranah Indonesia ini.
Untuk itu, di dalam pelaksanaan Bank Syari’ah yang menerapkan system Ekonomi Islam ini perlu adanya kita mengetahui Norma dan Etika yang diterapkan di dalam Ekonomi Islam ini. Agar, kita tidak salah kaprah atau salah pemahaman atas system, norma dane tika yang diterapkan di dalam Ekonomi Islam ini.
Islam adalah sebuah diin yang memuat ajaran-ajaran yang bersifat holistik (شمولية) mencakup semua aspek kehidupan dan berlaku universal (عالمية) bagi setiap manusia. Islam dengan aqidah dan syariahnya, merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat oleh Allah, pencipta manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Maha Bijaksana yang tidak saja mengatur manusia dengan diri-Nya (dalam hal aqidah dan ibadah), tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam hal muamalah dan `uqubat (hukuman-hukuman). Kesempurnaan dan universalitas Islam ini dapat kita jumpai dalam dalam beberapa keterangan Ayat Qur’an berikut:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِين

“ Wahai orang-orang yang beriman,  masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya ia adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al Baqarah (2) : 208)
            الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“ Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (QS.Al-Maaidah(5):3)
Termasuk dalam kesempurnaan Islam adalah ajaran bermuamalah, yang salah satu muatannya adalah berbicara masalah ekonomi dan bisnis, atau yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al Iqtishaad, yang bermakna hemat, penuh perhitungan, rasional, mengandung nilai. Sehingga secara sederhana dapat kita fahami bahwa ekonomi pada prinsipnya adalah segala daya manusia secara rasional untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan nilai-nilai tertentu, yang dalam Islam bersumber dari prinsip-prinsip akidah, ahlak dan syariah
Contoh konkrit bagi umat Islam dalam berniaga adalah apa yang dilakukan oleh Rosululah SAW. Sebelum dianggkat sebagai seorang Nabi dan Rosul, beliau adalah seorang pedagang atau saudagar yang sukses. Keberhasilan beliau dalam niaga tentunya tidak bisa lepas dari bimbingan Allah SWT dan kemuliaan akhlak yang terpancar dari pribadi beliau. Apabila kita berkaca pada sejarah hidupnya, setidaknya ada tiga akhlak utama yang beliau terapkan dalam berniaga, yakni shidiq, amanah, dan nasehet.





1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang tercantum diatas, maka penulis memiliki kehendak untuk membahas tentang :
1.      Norma dan Etika dalam Ekonomi Islam
2.      Bagaimana Etika dan Norma Ekonomi Islam diterapkan di dalam Bank Syari’ah
3.      Perbandingan antara Ekonomi Islam dengan Ekonomi Sosialis dan Ekonomi Kapitalis

1.3 Tujuan Penulisan
Dengan menelaah dan meneliti Etika Ekonomi Islam, kita dapat mengetahui bagaimana etos kerja Ekonomi Islam dan Implementasinya bagi Perekonomian Indonesia, serta dapat membedakan atau membandingkan mana Ekonomi islam, Ekonomi Sosialis dan Ekonomi kapitalis, sehingga masyrakat tidak salah memahami akan etika yang terdapat di dalam Ekonomi Islam

1.4 Manfaat Penulisan

A. Akademik :
1. Menambah wawasan keilmuan mahasiswa yang berkenaan dengan Ekonomi Islam
2.  Mengetahui Etika dan Norma ,khususnya Etika di dalam Ekonomi Islam
3.  Mengetahui sejarah terbentuknya/ berdirinya Ekonomi Islam

B. Praktis :
1.  Memberikan Pemahaman yang tepat kepada Masyarakat tentang Ekonomi Islam
2. Memberikan Pengertian yang tepat kepada Masyarakat, khususnya Mahasiswa tentang Etika yang berlaku di dalam Ekonomi Islam
3.     Melakukan riset terhadap Ekonomi Islam, khususnya terhadap Etika yang berlaku di dalamnya
     
          


          
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan Umum
Pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi kemajuan peradaban masyarakat. Tidak heran, bila muncul suatu ide tentang sistem ekonomi yang bisa mengikat transformasi perekonomian masyarakat di seluruh dunia, yakni sistem ekonomi kapitalis Dengan sistem ekonomi ini, masyarakat memiliki aturan, etika, dan tata kelola yang dinamis dalam penerapan transaksi ekonomi di lapangan.
Maka, pada abad ke-18, lahir sebuah paham dari seorang Adam Smith (1723-1790) di Inggris dan dinamakan liberalisme. Ajaran laiser aller, laisserpasser (merdeka berbuat dan merdeka bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini. Dari paham ini ternyata lahirlah kaum borjuis yang pada akhirnya memunculkan sistem ekonomi kapitalis secara berkesinambungan.
Pada saat itulah, sistem ekonomi kapitalis menjadi semacam disiplin ilmu yang berkembang pesat di jagat raya ini. Berawal dari sistem ekonomi inilah, perkembangan ekonomi dunia semakin memberikan keleluasaan bagi sektor industri untuk mengembangkan teknologi kapitalnya dalam konteks global. Terbukti, dengan sistem ekonomi kapitalis, perusahan-perusahan industri yang memiliki kekuatan pasar mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi bukan berarti memberikan angin segar bagi kemakmuran masyarakat, malah justru mengantarkan kesengsaraan yang tiada tara bagi masyarakat miskin di dunia. Ada banyak faktor, kenapa sistem ekonomi kapitalis gagal memberikan secercah harapan bagi kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah karena sistem ekonomi kapitalis meniscayakan suatu perlengkapan modal masyarakat (pungutan) dan alat-alat produksinya dikuasi oleh segelintiran orang yang begitu dominan menggunakan hak miliknya demi kepentingan untuk memperoleh keuntungan semata. Tidak berlebihan, kalau Robert Lekachman dan Borin Van Loon, dalam “Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya”, menegaskan bahwa kapitalisme bisa menunjukkan pada sistem ekonomi global yang telah menjadi dasar bangunan masyarakat dan merupakan tahapan sejarah peradaban Barat yang hegemonik, sehingga memonopoli masyarakat dengan taraf ekonomi yang lemah.[1]
Pada titik inilah, Karl Marx memang meramalkan sebuah akhir dari rezim kapitalisme dalam karyanya yang monumental “Das Kapital” jilid pertama. Menunggu kejatuhan kapitalisme adalah titik akhir dari dominasi produksiproduksi yang memonopoli semua keuntungan dari proses transformasi global yang menghimpit ekonomi dunia. Namun demikian, Marx masih menahan diri untuk memastikan ramalan akan kematian kapitalisme, karena disadari pertumbuhan dan ekspansi yang stabil merupakan faktor yang vital bagi eksistensi gaya hidup (life style) kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalis memberikan dampak berupa kemiskinan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga telah mencetak orang-orang yang bermental negatif. Mental negatif yang dimaksud adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku ekonomi kapitalis seperti hanya memiliki orientasi pada keuntungan dan kenikmatan dunia semata, tanpa memperhatikan keadaan orang lain serta aturanaturan antara manusia dan penciptanya. Jelas, keadaan ini hanya menguntungkan manusia jika dilihat dari sisi duniawi, tapi jika dilihat dari hubungan vertikal manusia dan penciptanya, hal ini membuat manusia melupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang kekal setelah hari akhir nanti, yaitu kehidupan di alam akhirat.
Bukti nyata kegagalan sistem ekonomi kapitalis adalah kemiskinan yang sampai hari ini belum bisa dihilangkan dengan tuntas, baik di Indonesia maupun di seluruh negara berkembang. Kalaupun ada kemiskinan yang terlihat berkurang, itu hanya bersifat semu, dalam artian kemiskinan yang berkurang tersebut hanya menyentuh sebagian orang saja dan tidak bersifat menyeluruh.
Ketika sistem ekonomi kapitalis dikatakan gagal dalam mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), maka muncullah suatu ide brilian untuk membangun paradigma baru yang bisa mengangkat nilai dan moral ekonomi pada satu tatanan yang lebih humanis. Sehingga, diriliklah sistem ekonomi Islam sebagai paradigma humanism dan moral force bagi terciptanya partumbuhan ekonomi yang tidak saja mengandalkan untung rugi, melainkan diharapakan lebih mengarah pada prinsip-prinsip esensial sistem ekonomi berbasis etika dan moral. Dalam konteks ini, penulis sengaja mengangkat penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam sebagai bagian dari upaya untuk membangkitkan paradigma ekonomi yang berbasis Islam sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Mengangkat tema ini, bukan sekedar berupaya menganalisis dengan argumentasi rasional, melainkan yang paling penting adalah kesungguhan untuk mensosialisasikan etika sistem ekonomi perspektif Islam dalam konteks global. Maksud penulis mengangkat tema ini, tidak bisa lepas dari etika sistem kapitalis yang telah merongrong kesejahteraan ekonomi masyarakat dunia pada ujung ketidakpastian dan kesengsaraan. Dengan kata lain, tulisan ini diangkat dengan alasan untuk memfungsikan nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam yang terkadang terikut arus oleh sistem kapitalis, sosialis, fasisme, dan komunisme.
Di sinilah letak urgensitas kita dalam memahami penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam dengan mencari titik temu yang bisa membangkitkan ekonomi Islam di tengah benturan peradaban (clash of civilitization) dan mencuatnya iklim globalisasi untuk menghancurkan nilai-nilai moral Islami. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk menegakkan sendi-sendi ekonomi Islam dalam rangka membangun kekuatan ekonomi ummat agar terlepas dari bayangbayang etika sistem kapitalis dan sosialis yang sebelumnya mendominasi sistem ekonomi global.
Membendung penerapan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis merupakan sebuah keniscayaan di tengah himpitan ekonomi yang tidak karuan. Berawal dari kesadaran ini, kita memiliki harapan untuk mengembangkan penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam secara komprehensif, sehingga akan tumbuh suatu keyakinan untuk mengaplikasikan model ekonomi Islam dengan paradigma yang dinamis dan progresif. Itulah sebabnya, kajian tentang kurikulum ekonomi Islam menjadi aktual bila kita mengacu pada kontek humanis, moral, dan syari’ah. Maka, etika ekonomi perspektif Islam dipandang perlu diterapkan dalam konteks global dengan mengacu pada kebutuhan dan kemaslahatan ummat sebagai penggeraknya. Sebagai sebuah sistem, etika ekonomi perspektif Islam juga memiliki paradigma yang berlandaskan pada fondasi mikro (basic of microfoundations) dan landasan filosofis (philosophic foundations). [2] Paradigma inilah yang menjadikan etika ekonomi perspektif Islam jauh berbeda dengan sistem kapitalis dan sosialis yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat dengan berbagai implikasinya.
Dengan demikian, antara etika sistem kapitalis dan sosialis dengan etika ekonomi perspektif Islam memiliki pertautan yang cukup jauh jaraknya. Dalam artian, sistem kapitalis boleh dikatakan begitu dominan dalam konteks global, karena terbukti menjanjikan kesejahteraan masyarakat, namun implikasinya sangat besar bagi kebebasan dan hak-hak eknomi masyarakat. Sementara, sistem sosialis tampak kurang begitu popular, karena terbukti tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan, bahkan semakin mengukuhkan sistem kelas dalam kehidupan masyarakat. Berbeda dengan etika sistem ekonomi Islam yang lebih menitikberatkan pada tatanan nilai yang berlaku secara universal, baik yang berkaitan dengan pemikiran maupun perilaku sosial.[3]




2.2 Pembahasan Khusus
2.2.1 Definisi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah suatu system ekonomi yang tujuan utamanya adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan secara merata. Adapun yang dimaksud kesejahteraan (al-falah) adalah sebuah kondisi dimana  al-daruruyyat al-khams (lima kebutuhan primer) dapat terpelihara dan terjamin dan terpelihra keberadaannya dalam kehidupan manusia itu sendiri. Lima kebutuhan primer tersebut adalah terdiri dari pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[4]

2.2.2 Etika Ekonomi Islam
Untuk merealisasikan tujuan diatas perlu dibutuhkan suatu system yang akan mendukung terciptanya tujuan tersebut yaitu berupa nilai dan prinsip-prinsip syariah. System nilai pada hakekatnya sesuatu yang akan memberikan makna dalam kehidupan manusia dalam setiap peran yang dilakukan.[5] Dalam system ekonomi Islam terdapat system yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu mencakup pandangan dunia (al-kholqiyah) dan moral (al-khuliqiyah) yang mempengaruhi, membimbing dan membantu manusia merealisasikan sasaran-sasaran kemanusiaan (insaniyah) yang berketuhanan (rabbaniyah) guna mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk merealisasikan tujuan ini terdapat empat landasan filosofis dalam ekonomi Islam yaitu: tauhid, keadilan, khalifah, kebebasan dan tanggungjawab.
Di dalam etika ekonomi perspektif Islam, setidaknya ada 3 prinsip dasar yang diterapkan yang merupakan landasan fundamental bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Ketiga prinsip derivatif tersebut semuanya dipayungi konsep akhlak, sesuai dengan penyempurnaan dakwah Nabi.[6] Bahkan, M. Umer Chapra meyakini filter moral dapat menciptakan efisiensi dan keadilan.
Pertama,multiple ownership. Prinsip atau etika ekonomi Islam ini, berarti, kepemilikan yang berdasarkan pada suatu ikatan dengan hak milik yang disahkan syari’ah. Kepemilikan memiliki makna khusus yang didapat si pemilik, sehinggamempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garisgaris syari’ah.[7] Prinsip atau etika ekonomi Islam ini adalah sistem kepemilikan bersama yang harus dikelola dengan tanggung jawab yang sama pula, sehingga tidak terkesan individualistik dalam menjalankan setiap transaksi ekonomi dengan orang lain. Dalam multiple ownership ini, terdapat semangat kebersamaan dalam menjajagi kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. Itulah sebabnya, kebersamaan dalam memikul dan membagi beban harus sesuai dengan kemampuan masing-masing orang yang terlibat dan berkiprah dalam usahanya.
Kedua, freedom to act. Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Kebebasan dalam setiap transaksi, tidak boleh mengabaikan hak-hak orang lain, namun harus dilandaskan pada sikap peduli dan bertanggung jawab atas setiap kebebasan yang dimiliki.
Ketiga, social justice. Menurut Sayyid Quthb, dalam bukunya “al-Adalahal-Ijtimaiyyah fil Islam”, keadilan sebagai substansi pokok bagi semua aspek kehidupan manusia dalam kerangka ajaran Islam. Dalam artian bahwa, prinsip keadilan merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan dijunjungtinggi dalam penerapan etika ekonomi Islam. Jika, prinsip keadilan sosial menjadi prioritas utama dalam penerapan etika ekonomi Islam, maka usaha untuk membangun taraf ekonomi masyarakat secara merata akan mudah dilakukan. Mengingat, prinsip keadilan seringkali menjadi problem krusial dalam penerapan etika ekonomi Islam. Itulah sebabnya, keadilan selalu berkesinambungan dengan prinsip keseimbangan yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan, keduanya memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda dalam konteks penerapan di lapangan.
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi. Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental, sehingga perlu diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Jika prinsip keadilan dan keseimbangan berjalan seiring, maka bisa dipastikan pengembangan ekonomi Islam akan semakin mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan.
Dalam konteks ini, prinsip atau etika ekonomi perspektif Islam menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom),Volker Nienhaus (Jerman). Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Setelah Penulis membahas secara terperinci dan jelas tentang Etika Ekonom Islam sebagaimana yang tertera di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa :
1.      Sistem Ekonomi Islam merupakan solusi utama di dalam menghadapi permasalahan Ekonomi Global yang terjadi di Dunia ini, khususnya Indonesia, di saat sistem Ekonomi Kapitalis dan Sosialis dianggap gagal menggapai misinya untuk mensejahterakan masyarakat dunia.
2.       Etika Ekonomi Islam, dalam Perspektif Rasulullah ada 3 perkara :
a.      Multiple Ownership : yang berarti kepemilikan yang berdasarkan pada suatu ikatan dengan hak milik yang disahkan syari’ah. Kepemilikan memiliki makna khusus yang didapat si pemilik, sehinggamempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garisgaris syari’ah.
b.      Freedom to Act            : yang berarti bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Selama aktifitas bisnis itu tidak keluar dari garis-garis Syari’ah Islam.
c.       Social Justice   : artinya bahwa, prinsip keadilan merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan dijunjungtinggi dalam penerapan etika ekonomi Islam. Maka keadilan merupakan substansi pokok bagi seluruh aspek dalam kerangka kehidupan manusia.
3.      Bahwa Sistem Ekonomi Islam lebih mementingkan kebutuhan Sosial bersama daripada Individual.







3.2  Saran
Seusai ditulisnya Makalah ini, maka Penulis berharap kepada Masyarakat sekalian, khususnya Generasi muda para Mahasiswa agar  :
1.      Selalu aktif dan peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama dalam masalah Ekonomi. Dengan melakukan riset dan penelitian guna mencari solusi yang tepat
2.      Memperluas Pengetahuan dan Informasi dengan banyak membaca. Karena membaca adalah salah satu kunci guna mengarungi Ilmu Pengetahuan dan Informasi yang luas.
3.      Jangan menjadi Penduduk yang beristilah “Sampah Masyarakat”. Agar tidak menjadi beban bagi lingkungan sekitar. Justru sebaliknya, jadilah “Pahlawan” bagi Agama, Nusa dan Bangsa.
3.3    Penutupan
Pada akhir penulisan Makalah terbimbing ini, penulis menghaturkan ribuan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Makalah terbimbing ini. Kepada Dosen  Al–Ust M.Fajar Pramono selaku Dosen pengampu Mata kuliah Bahasa Indonesia, rekan-rekan dari Fakultas Syari’ah terutama Prodi Ekonomi Islam, dan kepada pihak yang bersangkutan yang telah memberikan motivasi dan bimbingannya. Dan Penulis memohon maaf sebesar-besarnya kepada para pembaca apabila ada beberapa kesalahan yang terdapat pada Makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA


Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
Nurrudin, Amiur SDM Berbasis Syari’ah, “ Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam”, Vol 6 No 1(ISID, April 2010)
an-Nabahan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalidan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Muhammad, Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000)
Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa, 2004)
Lekachman, Robert dan Van Loon, Borin, Kapitalisme Teori dan SejaraPerkembangannya, Terj. Siti Hidayah, (Yogyakarta: Resist Book, 2008)
Qardhawi,Yusuf Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Gema Insani Press, Jakarta, 1997)




[1]Ibid
[2]Muhammad, Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000), hlm 5
[3]Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002), hal. 1
[4]Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Gema Insani Press, Jakarta, 1997) hal 69.
[5]Amiur Nurrudin, SDM Berbasis Syari’ah, “ Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam”, Vol 6 No 1(ISID, April 2010) hal 29.
[6]5Muhammad, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa, 2004), hlm. 12.

[7]M. Faruq an-Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalidan Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 42


0 komentar:

Posting Komentar