BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah
Ilmu Ekonomi adalah Ilmu yang
berkaitan dengan kesejahteraan makhluk hidup, terutama Manusia. Kesejahteraan
Manusia yang hidup di suatu negara sangat ditentukan oleh sistem perekonomian
yang diterapkan di dalam Negara tersebut. Sukseskah sistem perekonomian yang
diterapkan di dalam Negara tersebut, kurang sukses, atau bahkan tidak
sukseskah. Maka dari itu dibutuhkan penyesuaian untuk sistem perekonomian yang
tepat untuk dapat tercipta masyarakat yang sejahtera, makmur dan sentosa untuk
dapat mensejahterakan Bangsa dan Negara.
Belakangan ini sering terjadi kesalahpahaman untuk sistem
perekonomian yang diterapkan di dalam Negara kita tercinta Indonesia. Maka,
sistem perekonomian konvensional/ kapitalis sering kali dikambinghitamkan sebagai
sistem yang salah penempatan di dalam Negara kita yang secara terang-terangan
sebagai Negara yang menganut Sisitem Perekonomian Sosialis, bukan Kapitalis.
Maka terjadilah selisih pendapat diantara para pengamat-pengamat ekonomi di
Negara kita Indonesia.
Di tengah terjadinya perselisihan pendapat
yang terjadi antara pengamat-pengamat ekonomi tersebut, muncullah Ekonomi Islam
keatas ranah permukaan perekonomian Indonesia sebagai salah satu solusi bagi Perekonomian
Negara. Maka, berdirilah beberapa Bank yang berlabelkan “Syari’ah” yang
memadukan sistem antara Ekonomi Kapitalis dan Ekonomi Sosialis dengan mengambil
saripati yang terbaik antara dua sistem Ekonomi tersebut. Jadi, dapat penulis simpulkan
bahwa system Ekonomi Bank yang berlabelkan “Syari’ah” merupakan salah satu solusi
bagi pemerintah untuk membangkitkan krisis Ekonomi yang tengah terjadi di ranah
Indonesia ini.
Untuk itu, di dalam pelaksanaan Bank
Syari’ah yang menerapkan system Ekonomi Islam ini perlu adanya
kita mengetahui Norma dan Etika yang diterapkan di dalam Ekonomi Islam ini.
Agar, kita tidak salah kaprah atau salah pemahaman atas system, norma dane tika
yang diterapkan di dalam Ekonomi Islam ini.
Islam adalah sebuah diin yang memuat ajaran-ajaran yang
bersifat holistik (شمولية)
mencakup semua aspek kehidupan dan berlaku universal (عالمية) bagi setiap manusia. Islam dengan aqidah
dan syariahnya, merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat oleh Allah,
pencipta manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Maha Bijaksana yang
tidak saja mengatur manusia dengan diri-Nya (dalam hal aqidah dan ibadah),
tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam hal
muamalah dan `uqubat (hukuman-hukuman). Kesempurnaan dan universalitas Islam
ini dapat kita jumpai dalam dalam beberapa keterangan Ayat Qur’an berikut:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِين
“ Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya ia adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al Baqarah (2) : 208)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“ Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (QS.Al-Maaidah(5):3)
Termasuk dalam kesempurnaan Islam adalah ajaran bermuamalah,
yang salah satu muatannya adalah berbicara masalah ekonomi dan bisnis, atau
yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al Iqtishaad, yang bermakna hemat,
penuh perhitungan, rasional, mengandung nilai. Sehingga secara sederhana dapat
kita fahami bahwa ekonomi pada prinsipnya adalah segala daya manusia secara
rasional untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan nilai-nilai tertentu, yang dalam
Islam bersumber dari prinsip-prinsip akidah, ahlak dan syariah
Contoh konkrit bagi umat Islam dalam berniaga adalah apa
yang dilakukan oleh Rosululah SAW. Sebelum dianggkat sebagai seorang Nabi dan
Rosul, beliau adalah seorang pedagang atau saudagar yang sukses. Keberhasilan
beliau dalam niaga tentunya tidak bisa lepas dari bimbingan Allah SWT dan
kemuliaan akhlak yang terpancar dari pribadi beliau. Apabila kita berkaca pada
sejarah hidupnya, setidaknya ada tiga akhlak utama yang beliau terapkan dalam
berniaga, yakni shidiq, amanah, dan nasehet.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang tercantum diatas,
maka penulis memiliki kehendak untuk membahas tentang :
1.
Norma dan Etika
dalam Ekonomi Islam
2.
Bagaimana Etika
dan Norma Ekonomi Islam diterapkan di dalam Bank Syari’ah
3.
Perbandingan
antara Ekonomi Islam dengan Ekonomi Sosialis dan Ekonomi Kapitalis
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan menelaah dan meneliti Etika Ekonomi
Islam, kita dapat mengetahui bagaimana etos kerja Ekonomi Islam dan Implementasinya
bagi Perekonomian Indonesia, serta dapat membedakan atau membandingkan mana Ekonomi
islam, Ekonomi Sosialis dan Ekonomi kapitalis, sehingga masyrakat tidak salah memahami
akan etika yang terdapat di dalam Ekonomi Islam
1.4 Manfaat Penulisan
A. Akademik :
1. Menambah wawasan keilmuan mahasiswa yang
berkenaan dengan Ekonomi Islam
2.
Mengetahui Etika dan Norma ,khususnya Etika di dalam Ekonomi Islam
3. Mengetahui sejarah terbentuknya/ berdirinya Ekonomi
Islam
B. Praktis :
1.
Memberikan Pemahaman yang tepat kepada Masyarakat tentang Ekonomi Islam
2. Memberikan Pengertian yang tepat
kepada Masyarakat, khususnya Mahasiswa tentang Etika yang berlaku di dalam
Ekonomi Islam
3.
Melakukan riset
terhadap Ekonomi Islam, khususnya terhadap Etika yang berlaku di dalamnya
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pembahasan
Umum
Pesatnya perkembangan ekonomi dunia
telah membawa perubahan yang cukup signifikan bagi kemajuan peradaban
masyarakat. Tidak heran, bila muncul suatu ide tentang sistem ekonomi yang bisa
mengikat transformasi perekonomian masyarakat di seluruh dunia, yakni sistem
ekonomi kapitalis Dengan sistem ekonomi ini, masyarakat memiliki aturan, etika,
dan tata kelola yang dinamis dalam penerapan transaksi ekonomi di lapangan.
Maka, pada abad ke-18, lahir sebuah
paham dari seorang Adam Smith (1723-1790) di Inggris dan dinamakan liberalisme.
Ajaran laiser aller, laisserpasser (merdeka berbuat dan merdeka
bertindak) menjadi pedoman bagi paham ini. Dari paham ini ternyata lahirlah
kaum borjuis yang pada akhirnya memunculkan sistem ekonomi kapitalis secara
berkesinambungan.
Pada saat itulah, sistem ekonomi
kapitalis menjadi semacam disiplin ilmu yang berkembang pesat di jagat raya
ini. Berawal dari sistem ekonomi inilah, perkembangan ekonomi dunia semakin
memberikan keleluasaan bagi sektor industri untuk mengembangkan teknologi
kapitalnya dalam konteks global. Terbukti, dengan sistem ekonomi kapitalis,
perusahan-perusahan industri yang memiliki kekuatan pasar mampu menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi
bukan berarti memberikan angin segar bagi kemakmuran masyarakat, malah justru mengantarkan
kesengsaraan yang tiada tara bagi masyarakat miskin di dunia. Ada banyak
faktor, kenapa sistem ekonomi kapitalis gagal memberikan secercah harapan bagi
kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah
karena sistem ekonomi kapitalis meniscayakan suatu perlengkapan modal
masyarakat (pungutan) dan alat-alat produksinya dikuasi oleh segelintiran orang
yang begitu dominan menggunakan hak miliknya demi kepentingan untuk memperoleh
keuntungan semata. Tidak berlebihan, kalau Robert Lekachman dan Borin Van Loon,
dalam “Kapitalisme Teori dan Sejarah Perkembangannya”, menegaskan bahwa
kapitalisme bisa menunjukkan pada sistem ekonomi global yang telah menjadi
dasar bangunan masyarakat dan merupakan tahapan sejarah peradaban Barat yang
hegemonik, sehingga memonopoli masyarakat dengan taraf ekonomi yang lemah.[1]
Pada titik inilah, Karl Marx memang
meramalkan sebuah akhir dari rezim kapitalisme dalam karyanya yang monumental “Das
Kapital” jilid pertama. Menunggu kejatuhan kapitalisme adalah titik akhir
dari dominasi produksiproduksi yang memonopoli semua keuntungan dari proses
transformasi global yang menghimpit ekonomi dunia. Namun demikian, Marx masih
menahan diri untuk memastikan ramalan akan kematian kapitalisme, karena
disadari pertumbuhan dan ekspansi yang stabil merupakan faktor yang vital bagi
eksistensi gaya hidup (life style) kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalis memberikan
dampak berupa kemiskinan. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga telah
mencetak orang-orang yang bermental negatif. Mental negatif yang dimaksud
adalah sikap kapitalisme pada diri pelaku ekonomi kapitalis seperti hanya
memiliki orientasi pada keuntungan dan kenikmatan dunia semata, tanpa
memperhatikan keadaan orang lain serta aturanaturan antara manusia dan
penciptanya. Jelas, keadaan ini hanya menguntungkan manusia jika dilihat dari
sisi duniawi, tapi jika dilihat dari hubungan vertikal manusia dan penciptanya,
hal ini membuat manusia melupakan persiapan untuk menghadapi kehidupan yang
kekal setelah hari akhir nanti, yaitu kehidupan di alam akhirat.
Bukti nyata kegagalan sistem ekonomi
kapitalis adalah kemiskinan yang sampai hari ini belum bisa dihilangkan dengan
tuntas, baik di Indonesia maupun di seluruh negara berkembang. Kalaupun ada
kemiskinan yang terlihat berkurang, itu hanya bersifat semu, dalam artian
kemiskinan yang berkurang tersebut hanya menyentuh sebagian orang saja dan
tidak bersifat menyeluruh.
Ketika sistem ekonomi kapitalis
dikatakan gagal dalam mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), maka
muncullah suatu ide brilian untuk membangun paradigma baru yang bisa mengangkat
nilai dan moral ekonomi pada satu tatanan yang lebih humanis. Sehingga,
diriliklah sistem ekonomi Islam sebagai paradigma humanism dan moral
force bagi terciptanya partumbuhan ekonomi yang tidak saja mengandalkan
untung rugi, melainkan diharapakan lebih mengarah pada prinsip-prinsip esensial
sistem ekonomi berbasis etika dan moral. Dalam konteks ini, penulis sengaja
mengangkat penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam sebagai bagian dari
upaya untuk membangkitkan paradigma ekonomi yang berbasis Islam sesuai dengan
tuntunan ajaran agama. Mengangkat tema ini, bukan sekedar berupaya menganalisis
dengan argumentasi rasional, melainkan yang paling penting adalah kesungguhan
untuk mensosialisasikan etika sistem ekonomi perspektif Islam dalam konteks
global. Maksud penulis mengangkat tema ini, tidak bisa lepas dari etika sistem
kapitalis yang telah merongrong kesejahteraan ekonomi masyarakat dunia pada
ujung ketidakpastian dan kesengsaraan. Dengan kata lain, tulisan ini diangkat
dengan alasan untuk memfungsikan nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam yang
terkadang terikut arus oleh sistem kapitalis, sosialis, fasisme, dan komunisme.
Di sinilah letak urgensitas kita
dalam memahami penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam dengan mencari
titik temu yang bisa membangkitkan ekonomi Islam di tengah benturan peradaban (clash
of civilitization) dan mencuatnya iklim globalisasi untuk menghancurkan
nilai-nilai moral Islami. Oleh karena itu, kita harus berjuang untuk menegakkan
sendi-sendi ekonomi Islam dalam rangka membangun kekuatan ekonomi ummat agar
terlepas dari bayangbayang etika sistem kapitalis dan sosialis yang sebelumnya
mendominasi sistem ekonomi global.
Membendung penerapan sistem ekonomi
kapitalis dan sosialis merupakan sebuah keniscayaan di tengah himpitan ekonomi
yang tidak karuan. Berawal dari kesadaran ini, kita memiliki harapan untuk
mengembangkan penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam secara komprehensif,
sehingga akan tumbuh suatu keyakinan untuk mengaplikasikan model ekonomi Islam
dengan paradigma yang dinamis dan progresif. Itulah sebabnya, kajian tentang
kurikulum ekonomi Islam menjadi aktual bila kita mengacu pada kontek humanis,
moral, dan syari’ah. Maka, etika ekonomi perspektif Islam dipandang perlu
diterapkan dalam konteks global dengan mengacu pada kebutuhan dan kemaslahatan
ummat sebagai penggeraknya. Sebagai sebuah sistem, etika ekonomi perspektif
Islam juga memiliki paradigma yang berlandaskan pada fondasi mikro (basic of
microfoundations) dan landasan filosofis (philosophic foundations). [2]
Paradigma inilah yang menjadikan etika ekonomi perspektif Islam jauh berbeda
dengan sistem kapitalis dan sosialis yang cenderung mengabaikan kepentingan masyarakat
dengan berbagai implikasinya.
Dengan demikian, antara etika sistem
kapitalis dan sosialis dengan etika ekonomi perspektif Islam memiliki pertautan
yang cukup jauh jaraknya. Dalam artian, sistem kapitalis boleh dikatakan begitu
dominan dalam konteks global, karena terbukti menjanjikan kesejahteraan
masyarakat, namun implikasinya sangat besar bagi kebebasan dan hak-hak eknomi
masyarakat. Sementara, sistem sosialis tampak kurang begitu popular, karena
terbukti tidak mampu memberikan jaminan kesejahteraan, bahkan semakin
mengukuhkan sistem kelas dalam kehidupan masyarakat. Berbeda dengan etika
sistem ekonomi Islam yang lebih menitikberatkan pada tatanan nilai yang berlaku
secara universal, baik yang berkaitan dengan pemikiran maupun perilaku sosial.[3]
2.2 Pembahasan Khusus
2.2.1 Definisi Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah suatu system
ekonomi yang tujuan utamanya adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
secara merata. Adapun yang dimaksud kesejahteraan (al-falah) adalah
sebuah kondisi dimana al-daruruyyat al-khams (lima kebutuhan
primer) dapat terpelihara dan terjamin dan terpelihra keberadaannya dalam
kehidupan manusia itu sendiri. Lima kebutuhan primer tersebut adalah terdiri
dari pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[4]
2.2.2 Etika Ekonomi Islam
Untuk merealisasikan tujuan diatas
perlu dibutuhkan suatu system yang akan mendukung terciptanya tujuan tersebut
yaitu berupa nilai dan prinsip-prinsip syariah. System nilai pada hakekatnya
sesuatu yang akan memberikan makna dalam kehidupan manusia dalam setiap peran
yang dilakukan.[5]
Dalam system ekonomi Islam terdapat system yang saling terkait antara satu
dengan lainnya, yaitu mencakup pandangan dunia (al-kholqiyah) dan moral
(al-khuliqiyah) yang mempengaruhi, membimbing dan membantu manusia
merealisasikan sasaran-sasaran kemanusiaan (insaniyah) yang berketuhanan
(rabbaniyah) guna mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk
merealisasikan tujuan ini terdapat empat landasan filosofis dalam ekonomi Islam
yaitu: tauhid, keadilan, khalifah, kebebasan dan tanggungjawab.
Di dalam etika
ekonomi perspektif Islam, setidaknya ada 3 prinsip dasar yang diterapkan yang merupakan landasan fundamental
bagi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Ketiga prinsip derivatif tersebut
semuanya dipayungi konsep akhlak, sesuai dengan penyempurnaan dakwah Nabi.[6]
Bahkan, M. Umer Chapra meyakini filter moral dapat menciptakan efisiensi dan
keadilan.
Pertama,multiple ownership. Prinsip atau etika ekonomi Islam
ini, berarti, kepemilikan yang berdasarkan pada suatu ikatan dengan hak milik
yang disahkan syari’ah. Kepemilikan memiliki makna khusus yang didapat si
pemilik, sehinggamempunyai hak menggunakan sejauh tidak melakukan pelanggaran
pada garisgaris syari’ah.[7]
Prinsip atau etika ekonomi Islam ini adalah sistem kepemilikan bersama yang
harus dikelola dengan tanggung jawab yang sama pula, sehingga tidak terkesan
individualistik dalam menjalankan setiap transaksi ekonomi dengan orang lain.
Dalam multiple ownership ini, terdapat semangat kebersamaan dalam
menjajagi kemungkinan kerja sama dengan pihak lain. Itulah sebabnya,
kebersamaan dalam memikul dan membagi beban harus sesuai dengan kemampuan
masing-masing orang yang terlibat dan berkiprah dalam usahanya.
Kedua, freedom to act. Kebebasan, berarti, bahwa manusia
sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan
aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan
kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah,
bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang
dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam
tataran ini kebebasan manusia sesungguhnya tidak mutlak, tetapi merupakan
kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan. Kebebasan dalam setiap
transaksi, tidak boleh mengabaikan hak-hak orang lain, namun harus dilandaskan
pada sikap peduli dan bertanggung jawab atas setiap kebebasan yang dimiliki.
Ketiga, social justice. Menurut Sayyid Quthb, dalam bukunya “al-Adalahal-Ijtimaiyyah
fil Islam”, keadilan sebagai substansi pokok bagi semua aspek kehidupan
manusia dalam kerangka ajaran Islam. Dalam artian bahwa, prinsip keadilan
merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan dijunjungtinggi dalam
penerapan etika ekonomi Islam. Jika, prinsip keadilan sosial menjadi prioritas
utama dalam penerapan etika ekonomi Islam, maka usaha untuk membangun taraf
ekonomi masyarakat secara merata akan mudah dilakukan. Mengingat, prinsip
keadilan seringkali menjadi problem krusial dalam penerapan etika ekonomi
Islam. Itulah sebabnya, keadilan selalu berkesinambungan dengan prinsip
keseimbangan yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan.
Bahkan, keduanya memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda dalam konteks
penerapan di lapangan.
Keseimbangan dan keadilan, berarti,
bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak
berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi. Kepemilikan individu
yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam
Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental, sehingga perlu diberdayakan
dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Jika prinsip keadilan dan
keseimbangan berjalan seiring, maka bisa dipastikan pengembangan ekonomi Islam
akan semakin mengalami peningkatan dan kemajuan yang signifikan.
Dalam konteks ini, prinsip atau etika ekonomi perspektif
Islam menekankan keadilan, mengajarkan konsep yang unggul dalam menghadapi
gejolak moneter dibanding sistem konvensional. Fakta ini telah diakui oleh
banyak pakar ekonomi global, seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom),Volker
Nienhaus (Jerman). Ke depan pemerintah perlu memberikan perhatian besar
kepada penerapan etika sistem ekonomi perspektif Islam yang telah terbukti
ampuh dan lebih resisten di masa krisis.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Setelah
Penulis membahas secara terperinci dan jelas tentang Etika Ekonom Islam
sebagaimana yang tertera di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa :
1. Sistem Ekonomi
Islam merupakan solusi utama di dalam menghadapi permasalahan Ekonomi Global
yang terjadi di Dunia ini, khususnya Indonesia, di saat sistem Ekonomi
Kapitalis dan Sosialis dianggap gagal menggapai misinya untuk mensejahterakan
masyarakat dunia.
2. Etika Ekonomi Islam, dalam Perspektif
Rasulullah ada 3 perkara :
a. Multiple
Ownership : yang berarti kepemilikan yang berdasarkan pada
suatu ikatan dengan hak milik yang disahkan syari’ah. Kepemilikan memiliki
makna khusus yang didapat si pemilik, sehinggamempunyai hak menggunakan sejauh
tidak melakukan pelanggaran pada garisgaris syari’ah.
b. Freedom
to Act : yang berarti bahwa manusia sebagai
individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas
bisnis. Selama aktifitas bisnis itu tidak keluar dari garis-garis Syari’ah
Islam.
c. Social
Justice : artinya bahwa, prinsip keadilan
merupakan sebuah keniscayaan yang perlu ditegakkan dan dijunjungtinggi dalam
penerapan etika ekonomi Islam. Maka keadilan merupakan substansi pokok bagi
seluruh aspek dalam kerangka kehidupan manusia.
3. Bahwa Sistem
Ekonomi Islam lebih mementingkan kebutuhan Sosial bersama daripada Individual.
3.2
Saran
Seusai
ditulisnya Makalah ini, maka Penulis berharap kepada Masyarakat sekalian,
khususnya Generasi muda para Mahasiswa agar
:
1.
Selalu aktif dan peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama dalam
masalah Ekonomi. Dengan melakukan riset dan penelitian guna mencari solusi yang
tepat
2.
Memperluas Pengetahuan dan Informasi dengan banyak membaca. Karena
membaca adalah salah satu kunci guna mengarungi Ilmu Pengetahuan dan Informasi
yang luas.
3.
Jangan menjadi Penduduk yang beristilah “Sampah Masyarakat”. Agar
tidak menjadi beban bagi lingkungan sekitar. Justru sebaliknya, jadilah
“Pahlawan” bagi Agama, Nusa dan Bangsa.
3.3
Penutupan
Pada
akhir penulisan Makalah terbimbing ini, penulis menghaturkan ribuan terimakasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian Makalah terbimbing ini. Kepada Dosen
Al–Ust M.Fajar Pramono selaku Dosen pengampu Mata
kuliah Bahasa Indonesia, rekan-rekan dari Fakultas Syari’ah terutama
Prodi Ekonomi Islam, dan kepada pihak
yang bersangkutan yang telah memberikan motivasi dan bimbingannya. Dan
Penulis memohon maaf sebesar-besarnya kepada para pembaca apabila ada beberapa kesalahan
yang terdapat pada Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Karim,
Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
Nurrudin,
Amiur SDM Berbasis Syari’ah, “ Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam”, Vol 6
No 1(ISID, April 2010)
an-Nabahan,
M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalidan
Sosialis, (Yogyakarta: UII Press, 2000)
Muhammad,
Hakikat, Tujuan, dan Bidang Ekonomi Islam (Yogyakarta: STIS, 2000)
Muhammad,
Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta:Ekonisa, 2004)
Lekachman,
Robert dan Van Loon, Borin, Kapitalisme Teori dan SejaraPerkembangannya, Terj.
Siti Hidayah, (Yogyakarta: Resist Book, 2008)
Qardhawi,Yusuf
Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Gema Insani Press, Jakarta, 1997)
0 komentar:
Posting Komentar